BERWISATA BERSAMA FREEMASON
Freemason satu kata penuh misteri. Sebuah organisasi yang tertutup dan ketat. Tak ada yang mengetahui kegiatannya, bahkan siapa yang menjadi anggotanya masih banyak dipertanyakan. Namun yang pasti, Indonesia pernah terlibat dalam Freemason, tepatnya pada tahun 1762 hingga 1962.
Freemason memiliki sistem keanggotan yang cukup rumit. Dilihat dari penghasilan yang didapatkan, memiliki jaringan tertentu dan budaya tertentu, juga jabatan yang cukup tinggi. Di Indonesia, organisasi ini masuk dalam kalangan pejabat-pejabat, mulai dari pejabat daerah, kabupaten, karesidenan, provinsi hingga ke ibu kota. Freemason bergerak secara bebas (free) tanpa terikat dengan pemerintah. Gerakannya ada berupa ilmu pengetahuan dan filantropis atau bantuan sosial.
Akhir dari Freemason di Indonesia karena adanya permasalahan antara Indonesia dengan Belanda pada tahun 1950-an. Permasalahan yang ada menjadikan Indonesia anti Belanda. Mulai dari nasionalisasi perusahaan Belanda yang ada di Indonesia hingga pengusiran warga negara Belanda yang masih tinggal di Indonesia. Konflik inilah yang membuat Mason khawatir terhadap masa depan organisasinya di Indonesia. Freemason mengalami penurunan keanggotan yang sangat drastis karena konflik tersebut.
Pada tahun 1960 Freemason harus menyerahkan semua barang tidak bergerak secara resmi ke Kuasa Agung Indonesia. Lalu tahun 1962 Presiden Soekarno memutuskan bahwa Freemason di Indonesia harus diberhentikan karena tujuan dari Freemason tidak sesuai dengan identitas nasional Indonesia.
Kini, semua itu hanya tersisa cerita dan sejarahnya saja. Walaupun begitu, kamu masih bisa mengunjungi jejak-jejak Freemason yang ada di Jakarta. Karena banyak bangunan bekas perkumpulan Freemason yang dijadikan tempat umum atau bahkan gedung penting bagi negara.
JEJAK FREEMASON
Yang pertama, jejak peninggalan Freemason adalah Museum Taman Prasasti. Ya, museum yang terletak di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat. Museum yang menyimpan prasasti nisan kuno dan miniatur makam khas dari 27 provinsi di Indonesia, serta koleksi kereta jenazah antik.
Museum ini menyimpan nisan-nisan keanggotaan Freemason pada masanya. Terdapat beberapa nisan dengan ukiran tengkorak dan sepasang tulang yang bersilang sebagai tanda keanggotaan Mason. Yang melambangkan konsep Memento Mori atau Pesan Ingat Kematian dalam ajaran Freemasonry. Selain itu, ada juga simbol Heksagram atau Bintang David di beberapa nisan.
Bahkan saat masuk Museum tersebut, kita bisa melihat simbol tangan yang menggenggam palu. Yang mengartikan wewenang seorang Grand Master atas sebuah pemondokan dan juga murid-muridnya. Di samping kiri pintu masuk, juga terdapat nisan dengan simbol jangka dan siku, serta simbol mata dan segitiga di atasnya.
Nah, jika kamu tertarik untuk mengunjunginya, akses menuju Museum Taman Prasasti cukup mudah. Bisa menggunakan transportasi umum dengan Transjakarta dan turun di Halte Monas, lalu berjalan sekitar 10 menit. Atau bisa menggunakan kendaraan pribadi melalui Jalan K.H. Mas Mansyur.
Selanjutnya sebuah tempat yang menjadi perkumpulan para Mason melakukan sebuah pertemuan atau biasa disebut loji, yaitu Gedung Kimia Farma. Gedung ini dibangun pada tahun 1848 yang terletak di Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat.
Gedung ini memiliki sebutannya sendiri ketika aktif dalam perkumpulan Freemason, De Ster in het Oosten atau Bintang di Timur. Namun, penduduk setempat menyebutnya dengan Gedung Setan, karena para pengunjungnya yang merahasiakan apa yang dibicarakan dan dilakukan di dalam gedung tersebut.
Gedung megah dengan enam pilar yang kokoh dijadikan para Mason menjadi rumah pemujaan, seperti menggelar upacara dengan pembakaran lilin dan mengenakan pakaian mirip halloween. Di dalam gedung ini juga, mereka menggelar ritual menyembah simbol-simbol yang melambangkan cita-cita dan pikiran tertinggi manusia.
Lalu, sebelum era Perang Dunia II selesai, gedung tersebut dibeli oleh kantor perusahaan farmasi Belanda NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. dan ketika masa anti Belanda, gedung tersebut diambil alih oleh Presiden Soekarno, namanya diganti menjadi Kimia Farma.
Kamu bisa mengunjungi gedung ini sebagai bukti loji Freemason yang ada di Jakarta. Karena letak gedung yang berada di kota, akses menuju gedung ini tidak rumit. Kamu bisa menggunakan transportasi umum dengan KRL dan turun di Stasiun Juanda dan sedikit berjalan kaki sekitar 13 menit. Atau kamu bisa menggunakan kendaraan pribadi melalui Jalan Gatot Subroto dan Jalan Gedung Kesenian.
Yang terakhir, berhubungan dengan Gedung Kimia Farma, adalah Gedung Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Ya, sebuah gedung milik negara dan berfungsi menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang perencanaan pembangunan nasional untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Hubungan dari kedua gedung ini adalah, setelah loji Bintang Timur yang dibeli oleh farmasi Belanda, kemudian loji Bintang Timur pindah ke Gedung Adhuc Stat yang memiliki arti Berdiri Hingga Kini. Sekarang difungsikan sebagai Gedung Bappenas. Gedung ini dibangun pada tahun 1880 dan pada tahun 1934 dirancang sebagai loji oleh Ir. N.E Burkoven Jaspers.
Gedung ini memiliki bagian tengah yang memanjang dan diapit oleh dua menara. Saat gedung ini digunakan sebagai rumah pemujaan, terdapat simbol-simbol Freemasonry seperti jangka dan segitiga yang jika disambung membentuk bintang david, serta semboyan Adhuc Stat yang kini telah dihilangkan dan digantikan tulisan Bappenas.
Gedung ini sempat nonaktif ketika Jepang kembali datang ke Indonesia pasca kemerdekaan. Dan sempat terjadi pergantian nama dari loji Bintang Timur menjadi Purwa Daksina. Pergantian nama tersebut terjadi karena adanya anti Belanda ketika awal kemerdekaan.
Setelah organisasi ini dipaksa dibubarkan oleh Presiden Soekarno, gedung ini berubah menjadi Kantor Dewan Perencanaan Nasional. Pada 1966 gedung ini berganti menjadi Mahkamah Militer yang mengadili tokoh-tokoh Gerakan 30 September (G30S). Dan pada 1967 hingga sekarang, gedung ini beralih fungsi menjadi Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Gedung Bappenas berada di Jalan Taman Suropati, Jakarta Pusat. Karena gedung ini menjadi sebuah gedung yang penting, menjadikan gedung ini bukan sebagai tujuan wisata, begitu juga dengan Gedung Kimia Farma. Tapi kamu jangan risau, kamu masih bisa melihat gedung ini melalui luar saja.
Jika kamu ingin melewati atau sekedar melihat gedung Bappenas, kamu bisa menggunakan kendaraan pribadi melalui Jalan H.R. Rasuna Said dan Jalan Imam Bonjol ke 6 lalu berakhir di Jalan Taman Suropati Nomor 2.
Nah, jika kamu ada waktu senggang, atau sekedar ingin menghabiskan waktu liburan yang singkat. Kamu bisa berkeliling kota Jakarta sambil mengunjungi jejak-jejak Freemason di atas. Karena letak kedua gedung dan museum yang tak terlalu jauh, kamu bisa mengunjungi ketiganya dalam beberapa jam saja. (NAN)

Komentar
Posting Komentar