Pagi dan Malam - 1

Foto: Unsplash / Aron Visuals



Ini kisah kamu yang sama sekali tidak akan kamu lupakan. Menyakitkan namun kamu dapat menerimanya.

Berawal dari seseorang yang kamu anggap biasa saja hingga membuat kamu selalu memikirkan tentangnya.

Seseorang yang tidak sempurna namun membuat hidupmu sempurna. Namun ada satu kenyataan yang membuat kamu tak bisa menggapainya.

🌙🌙🌙

"Hai, lagi apa?" Katanya menyapamu yang sedang berkutik dengan tugas akhir semester.

"Ga liat?" Jawaban yang begitu menohok.

"Sinis banget mbak nya."

"Ga usah ganggu dulu bisa ga? Lagi banyak tugas nih"

"Tugas apa? Sini coba saya bantu" Dia melihat ke arah laptop kamu tanpa seizin kamu.

Memang sudah dasarnya jutek, ya pasti bakal jutek. Kamu tutup layar laptop kamu dan merapihkan buku yang berantakan.

"Lho mau kemana?" Tanya nya yang bingung dengan pergerakan kamu.

"Terserah saya, kaki kaki saya kenapa kamu yang repot?" Setelahnya kamu pergi meninggalkannya.

Kamu memilih ke taman kampus kamu. Sedang tidak banyak mahasiswa yang berada di taman, jadi kamu dapat mengerjakan tugas mu dengan tenang.

Kamu memulai dengan memasang earphone mu, membuka kembali laptop mu dan langsung berkutik dengan tugas yang tak ada habisnya.

🌙🌙🌙

Tidak terasa kamu sudah tiga jam mengerjakan tugas mu di taman kampus. Kamu yang melihat jam sudah sore segera bergegas untuk pulang. Karena di kampus kamu juga sudah sepi.

Kamu berjalan ke arah halte kampus untuk menunggu bis kamu. Tapi dari kejauhan kamu melihat seseorang yang sedang duduk di halte. Karena yang terlihat hanya kaki jadi kamu tidak tahu siapa itu.

Setelah kamu sampai di halte, tak lain dan tak bukan seseorang itu adalah orang yang sama, yang menggangu mu tadi.

Kamu berusaha untuk biasa aja. Seolah tak kenal.

"Lho kamu belum pulang?" Tanya nya yang melihat kamu sedang berdiri di sampingnya.

"Kelihatannya?" Jawabmu tanpa melihat wajahnya.

Dia hanya mengangguk sambil bibir membentuk o tanda ia mengerti.

"Kamu naik bis?" Basa-basi nya yang membuat kamu kesal.

Sudah tahu kalau kamu sedang di halte bis, kenapa harus bertanya?

"Kamu itu beneran buta ya?" Jawaban yang begitu menohok sekali.

Mata kalian sempat beradu dalam beberapa detik sampai ia menjawabnya.

"Ya siapa tau kalau kamu sedang menunggu seseorang untuk menjemput mu." Jelasnya.

"Tolong ya. Saya tidak kenal kamu siapa, kamu berasal dari mana dan apa tujuan kamu berbicara kepada saya. Jadi jangan terlalu kepo dengan kehidupan saya." Kamu mengatakan ketidaknyamanan bersama dirinya.

Tepat sekali setelah kamu berbicara, bis kamu datang. Kamu langsung bersiap untuk naik dan meninggalkannya dengan pandangannya yang tak lepas dari diri kamu.

🌙🌙🌙

Pagi ini kamu memilih untuk ke toko buku terlebih dahulu, karen ada beberapa yang harus kamu beli dan kebetulan kamu hanya ada kelas ketika siang.

Biasalah kebiasaan dosen-dosen yang sibuk, selalu jarang hadir dan hanya memberi tumpukan tugas yang entah kapan selesainya.

Kamu memilih duduk sebentar untuk membaca buku. Baru saja membuka lembaran pertama, Hp kamu bergetar begitu sering.

Ketika kamu lihat ternyata grup kelas kamu.

+62 813 7493 ****
Gaes kalian dimana?
Woy bales dong!
Kelas ga jadi free..

+62 857 6473 ****
Ha? srius?

+62 812 7474 ****
ANJER MASIH DIRUMAH!!!

+62 882 3745 ****
Kok tiba-tiba si?

+62 813 7493 ***
Iya, ternyata dia udah punya asisten dosen, jadi bakal ada kelas sekarang.
Gc gaes dikasih tambahan waktu nih buat masuk. Dikasih 30 menit.

Kamu yang baca sedikit emosi, karena begitu tiba-tiba. "Baru saja ingin bersantai sudah diganggu saja," batinmu.

Mau tidak mau, suka tidak suka kamu harus bergegas ke kampus.

🌙🌙🌙

Untung saja toko buku yang kamu hampiri tidak jauh dari kampusmu, jadi tak perlu terbirit-birit datang ke kampus. Bahkan ketika kamu sampai kelas hanya ada beberapa mahasiswa yang pastinya juga terkejut dengan jadwal dadakan.

Karena masih ada beberapa belas menit untuk memulai kelas, kamu menyiapkan buku yang akan dipelajari dan tak lupa dengan novel mu. Lumayan untuk mengisi waktu luang.

Lembar demi lembar kamu baca, tak terasa kelas sudah penuh dengan mahasiswa yang masih mengatur napasnya dan mengeringkan keringatnya. Jangan lupakan dengan celoteh-celotehan mereka yang menggerutu.

Pintu kelas terbuka, teman kelasan kamu seketika membubarkan diri dan duduk di tempatnya mereka masing-masing. Asisten dosen yang membuat orang terbirit-birit pun telah sampai di kelas kamu.

Kamu terkejut bukan main. Asisten dosen yang dimaksud teman-teman kelasan mu adalah orang yang sama dengan seseorang yang mengganggu mu kemarin sore.

Seketika seolah dunia terhenti. Mata kalian saling bertaut satu sama lain dengan makna yang saling berbeda.

Kamu yang sadar dengan itu lebih memilih memalingkan wajahmu. "Kenapa harus dia diantara banyak mahasiswa pinter lainnya?" Batinmu menyesali keadaan sekarang.

"Pagi semua, apa kabar nya nih kalian semua?" Basa-basi asisten dosen tersebut.

"Maaf ya jika saya membuat kalian bikin panik. Tapi hari ini saya hanya ingin memperkenalkan diri saja." Sambungnya lagi yang membuat mahasiswa semakin mengeluh.

Bagaimana tidak? banyak dari mereka yang terburu-buru ke kampus untuk mengikuti kelas namun yang terjadi malah seperti ini.

"Baik saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu. Nama saya adalah ..." Ia memperkenalkan dirinya dengan begitu lancar.

Ia juga mulai menceritakan sejarah hidupnya yang bahkan kamu tak mau dengar. Hanya membuat semakin mengantuk.

Hampir tiga puluh menit ia menceritakan hidupnya. Mulai dari ia lahir dimana dan kapan, perjuangan ia agar bisa kuliah hingga ia bisa menjadi asisten dosen.

Tak ada yang menarik, pikirmu.

"Baiklah saya sudahi saja perkenalan saya ..." Perkataannya membuat senyummu mengembang. "yes akhirnya" batinmu.

" ... eits, tapi ada satu lagi." Dan seketika itu juga senyummu hilang.

"Karena saya masih baru di kelas ini, saya minta asisten dong untuk bantu saya." Jujur kamu sangat tidak menyukainya. Dan yang kamu harapkan untuk tidak menjadi asistennya itu.

"Saya akan tunjuk langsung saja." Kalimat yang keluar dari mulutnya langsung membuat jantung mu berdegup lebih kencang.

"plis plis plis jangan gue.." Harap kamu di sela sela ia yang memperhatikan kalian dengan lamat.

Ia seperti sengaja memperlambat, seolah berpikir siapa yang terbaik untuk asisten dirinya?

"Kamu" Dia telah memilihnya. Dan ternyata bukan kamu.

"yes," dalam hati kamu. Sambil menggerakkan kepalan tanganmu semangat.

"Saya pak?" Tanya mahasiswa yang ditunjuk.

"Ya elu lah, siapa lagi emangnya?" Kamu menimpalinya dalam hati.

"Bukan kamu, tapi belakang kamu."

Dan seketika itu juga, senyum mu yang sumringah sirna.

🌙🌙🌙

Setelah pemilihan asisten itu, kamu berusaha mengejarnya. "Ih tunggu dong, saya mau protes, jalannya jangan cepat-cepat". Kamu berusaha menyamakan langkahnya.

"Saya itu sekarang jadi asisten dosen, tolong sopan santunnya." Timpalnya yang masih tetap berjalan.

"Kamu sendiri bagaimana? Ada sopan santun yang kamu lakukan terhadap saya?" Kamu mengungkit apa yang terjadi kemarin.

"Saya hanya berusaha dekat, lagi pula kamu tolak kan? Jadi apa bedanya saya dengan kamu?" Dia malah membalikkan keadaan seolah kamu yang salah.

"Ya itu karena saya tidak kenal siapa kamu." Jawab kamu yang mencoba tidak terlihat bersalah.

Dan seketika ia berhenti secara mendadak. Membuat kamu hampir tersandung.

"Jika begitu, perkenalkan saya.." Ia langsung mengangkat tangannya untuk saling menjabat. Tapi kamu hanya melihatnya saja tanpa ada minat untuk membalasnya.

"Saya asisten dosen kamu lho..". Ancamnya yang membuat kamu membalas jabatan itu.

Dan sekarang kalian benar-benar berkenalan. Ia meminta nomor ponselmu dengan alasan jika membutuhkanmu.

Walaupun kamu ragu, kamu tetap memberikannya. Dan setelah itu ia meninggalkan kamu, balik ke ruangannya.

Kamu merasa seperti ada yang aneh, kamu berusaha memikirkannya. Dan tepat sekali. "Gua kan ngejar tuh asisten dosen buat protes, kenapa malah kenalan sih". Yups, kamu menyesali apa yang tadi kamu lakukan.

Mau dikejar pun percuma, orang kamu cari sudah hilang seperti ditelan oleh kerumunan mahasiswa.

🌙🌙🌙

Itu adalah permulaan kamu bisa mengenalnya, mungkin tidak indah untuk kala itu. Tapi setiap kejadian akan memiliki rasanya sendiri ketika sudah menjadi kenangan.

Tak sebentar untuk kamu bisa menerimanya dan tak mudah untuk kamu membiarkannya masuk.

🌙🌙🌙

Sudah beberapa minggu kamu menjadi asisten dari asisten dosen itu. Bahkan kamu sudah muak untuk ke ruangannya. Selalu saja dipanggil, padahal menurut kamu itu adalah urusan yang sangat kecil. Contohnya seperti sekarang.

"Tolong kamu umumkan ke kelas kamu, bahwa minggu depan kita akan ada praktikum." Katanya yang masih sibuk dengan komputernya.

"Itu doang pak?" Tanya kamu yang mulai kesal.

"Iya."

"Ya ampun pak, saya capek-capek datang ke ruangan bapak cuma buat ini? Kan bapak punya Hp pak." Kamu mulai mengeluarkan keluhan mu yang dilapisi emosi.

"Ya terus kenapa? Saya maunya asisten saya itu profesional, apapun yang saya perintahkan nurut." Alibinya yang benar-benar tidak masuk dilogika kamu.

"Saya itu asisten bapak bukan budak bapak. Mana mau saya disuruh-suruh bapak seenaknya. Terus kalau bapak nyuruh saya bunuh diri saya mau gitu? OGAH!" Kamu tetap dengan emosi yang sudah hampir meledak.

"Dahlah, capek saya punya asisten dosen kayak bapak, saya balik dulu pak". Kamu langsung meninggalkannya yang belum sempat menjawab celotehan mu yang panjang itu.

Kamu keluar ruangan dan jalan menuju kelas dengan emosi yang tetap menyelimuti diri kamu.

"Bisa-bisanya tuh dosen seenak dia. Mentang-mentang jadi asistennya dosen killer, jadi ikutan killer juga." Batin mu terus menggerutu sampai di depan kelas.

Sesampainya kamu di kelas, kamu langsung memberitahu apa yang ia perintahkan tadi.

Tepat dugaan mu, teman-teman kelas mu menggerutu ketika mendengarnya.

"Buset dah praktikum mulu!" Kata seorang laki-laki yang duduk di bagian belakang.

"Ganteng doang, kerjaannya nyusahin mahasiswa mulu." Sindir mahasiswi yang sedang memainkan Hpnya.

Ketika keadaan ramai dengan celotehan, kamu mengambil perhatian lagi.

"Guys, minta perhatiannya dulu dong." Seketika kelas hening.

"Jadi gini, gua gak sanggup jadi asisten tuh asisten dosen, kalian ada yang mau gantiin gak?" Kamu menjelaskan apa tujuan kamu meminta perhatian.

Semua diam saling melihat satu sama lain. Tak ada yang menimpali pertanyaan kamu.

"Gak ada ya?" Tanya kamu sekali lagi. Kamu masih berharap ada yang mau menggantikan posisi mu sekarang.

Beberapa detik berlalu, hingga satu menit, keadaan kelas masih hening. "Fix enggak ada yang mau," batinmu.

"Ya sudah kalau engga ada yang mau, kalian boleh cabut." Katamu mengakhiri pertanyaan yang kamu berikan.

Dan seketika semua berhamburan keluar kelas. Mereka keluar kelas dengan memberikan support ke kamu karena tak ada yang menggantikan posisi mu sekarang.

🌙🌙🌙

Karena hari yang sudah sore, kamu memutuskan untuk pulang. Seperti biasanya, kamu jalan sendiri menuju halte bus.

Karena bus yang ditunggu masih lama datangnya, kamu memilih mengeluarkan earphone dan mendengarkan lagu.

Lagu terputar dengan nada yang melantun dengan indah. Membuat perasaan kacau hilang seketika entah kemana.

Rasanya tenang sekali ketika mendengarkan lagu dengan earphone ditambah dengan volume yang besar.

Tak terasa dua menit lagi bus kamu datang. Kamu bangun dari duduk kamu dan menunggu di pembatas antara bus dan penumpang.

Menyudahi mendengarkan lagu, menyimpan kembali earphone mu dan tak lupa dengan Hp juga.

Baru saja ingin menutup resleting tas, layar hp menyala menandakan adanya notif di Hp kamu. Bahkan bergetar begitu sering. Ada panggilan telpon ternyata.

Saat kamu melihat siapa yang menelpon, mood kamu langsung berubah kembali. Kamu menarik napas dalam-dalam, lelah dengan perilakunya.

Kamu mengangkat panggilan tersebut, "Hm," Gumam kamu menandakan bahwa kamu tak tertarik dengannya.

"Sudah pulang belum?" Tanyanya tanpa dosa.

"Menurut L?!" Kamu menjawab tak tertarik.

"Keluar dari halte dong," Perintahnya tanpa dosa -- lagi.

"G."

"Kamu asisten saya lho ya." Ancamnya yang tak mempengaruhi kamu sama sekali.

"Udah jam pulang nih kebetulan, jadi saya engga ada urusan sama anda." Sindir kamu telak.

"Batu nih cewek." Katanya langsung mengakhiri panggilan.

Kamu yang mendengarnya merasa menang. Karena untuk kali ini kamu tak perlu mengeluarkan segala kekuatannya untuk asisten dosen aneh itu.

Akhirnya bus yang kamu tunggu sampai. Hingga ketika kamu ingin masuk, seseorang menarik kamu keluar dari bus. Dan segera menuntun kamu keluar dari halte.

"Apa-apaan sih?!" Kamu marah kepadanya karena seenaknya saja menarik orang lain.

"Siapa suruh jadi cewek batu." Timpalnya yang selalu merasa benar.

"Ya gua punya hak lah!" Kamu mulai emosi dengannya, tak ada lagi sopan santun untuknya -- kecuali di kampus.

"Ga usah marah-marah." Dia menjawab dengan tenang seolah tak ada dosa -- lagi dan lagi.

Kamu memilih meninggalkannya, berjalan kembali ke arah halte.

Baru saja beberapa langkah, dirinya sudah menghalangi kamu lagi. "Saya narik kamu kesini karena saya mau antar kamu pulang." Katanya yang telah menghadang kamu.

"Ayok naik motor saya," sambungnya lagi.

"Kalo ngajak pulang bareng, bisa pakai sopan santun gak? Gak perlu narik-narik orang kayak tadi!" Bukan menjawab ajakannya, kamu memilih untuk memarahinya.

"Kalau saya ajak di telpon tadi, pasti jawaban kamu 'G' doang," Katanya sambil memeragakan apa yang kamu ucapkan tadi.

"Tuh tau jawabannya. Awas gua mau balik." Kamu mengusir dia yang menghadang kamu.

"Ayok saya antar." Ajaknya lagi.

"G." Jawab kamu. Kamu memilih meninggalkannya.

Baru beberapa langkah kamu berjalan, langkahmu terhenti. "Besok jemput saya. tidak telat." Katamu tanpa membalikkan tubuh mu.

🌙🌙🌙

Seperti yang kamu katakan kemarin, hari ini kamu dijemput olehnya. Yang artinya, dia menyetujui perkataanmu.

"Tumben hari ini engga marah-marah?" Tanya nya, yang heran dengan sikap mu hari ini.

"Apa pedulinya kamu? Saya marah juga kamu tetap dengan pendirian kamu." Jawab kamu asal, karena nyatanya kamu ingin sekali men-skip hari ini.

Kalian berjalan ke arah parkiran kampus. Untuk pulang -- bersama.

"Nih helmnya." Dia menyiapkan helm untukmu. Kamu mengambilnya dengan malas, tidak ada semangat untuk hari ini.

Motor yang kalian naiki mulai berjalan ke luar area kampus. Dan dia mulai lagi berbicara tanpa henti, yang kamu sendiri enggan untuk mendengarnya.

"Gimana tugas saya? sudah kamu kerjakan belum?" Tanyanya basa-basi yang tak berbobot.

"Belum." Singkat, padat, jelas.

"Ada kesulitan tidak?"

"Tidak."

"Jangan sembarangan ya mengerjakannya, karena semua tugas kalian itu tetap saya laporkan ke dosen kalian --"

"Oh ini saya lagi diantar asisten dosen ya? bukan mahasiswa?" Kamu potong omongannya yang sebentar lagi akan menjadi ceramah.

"Giliran saya ramah seperti ini, kamu malah protes. Maunya apa si??" Herannya, sambil melihat wajahmu dari kaca spionnya.

"Mau saya, hidup dengan tenang." Jawab kamu asal - lagi.

"Nanti juga tenang kok." Balasnya dengan suara yang sangat kecil, bahkan tersamarkan dengan berisiknya suara jalanan.

Hal ini menjadi permulaan untuk kamu dan dia memulai suatu hubungan yang tak terbayangkan sebelumnya.

Setiap hari, tidak lagi berjalan sendiri menuju halte melainkan berjalan sendiri menuju parkiran, dan menunggunya datang untuk memberikan helm.

"Lumayan lah, ongkos jadi berkurang," batinmu.


🌙 BERSAMBUNG ðŸŒ™

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer

Salam Perkenalan

Hai semuanya! Salam kenal yaa, semoga kamu suka dengan isi tulisan yang saya berikan. Enjoy the time!

Ayo berkomunikasi

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman