Pagi dan Malam - 2
![]() |
| (Foto: Unsplash / Anna Zakharova) |
🌙🌙🌙
Hari demi hari terus berlanjut, kehadirannya bukan lagi hal asing bagi dirimu.
"Ih kok lama banget sii, keburu telat nih," katamu sambil keluar rumah, siap untuk pergi ke kampus.
"Ya maap, tadi ketiduran, makanya telat." Jawabnya sambil memberikan helm.
Tanpa perlu obrolan panjang, kalian berangkat menuju kampus.
Hari ini, hanya ada satu mata kuliah tambahan. Jadi, siang menjelang sore kamu sudah tidak ada kegiatan. Setelah mata kuliah selesai, kamu memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe yang tidak jauh dari kampus.
Memesan minuman kesukaanmu, lalu memilih duduk di dekat jendela sambil memerhatikan orang-orang yang lalu lalang.
Ketika kamu sedang asyik melamun, "Kok gak bilang kalau sudah selesai kelas?" Dia sudah datang di hadapan mu.
Kamu melihat dengan sedikit terkejut. "Kok bisa di sini?" Bukan menjawabnya, kamu memilih untuk bertanya balik.
Dia menarik bangku yang ada di depan kamu, dan duduk di hadapan kamu.
"Ya taulah.. Setiap hari kamu kan ke sini."
Kamu menanggapi hanya dengan anggukan tiga kali. Setelahnya, kalian diam tanpa bicara.
Sibuk dengan pikiran masing, hingga dia bangun dari hadapan kamu, dan meninggalkan kamu begitu saja.
"Mau kemana?" Tanya kamu saat hendak meninggalkan kamu.
"Mau pesen minum" Katanya santai, sambil menunjuk meja kasir.
"Mau nitip?" Tanyanya lagi.
Kamu hanya menggeleng sebagai jawaban.
Tak menunggu waktu yang lama, ia kembali dengan membawa minumannya. Lalu duduk dengan tarikan napas yang begitu dalam.
"Kenapa?" Tanya kamu membuka obrolan seolah peduli, atau memang mulai peduli?
"Hhm?" Tanyanya balik, tak paham sambil meminum minumannya.
"Kenapa narik napas sedalam itu?" Tanya kamu lagi.
"Oh, engga apa-apa kok" Jawabnya.
Kamu hanya merespon anggukkan, seolah mengiyakan. Padahal, kamu melihat keadannya yang tidak baik-baik saja.
Pandangannya seolah ada banyak hal yang sedang dalam antrian untuk dipikirkan.
"Gua juga bisa jadi pendengar kok." Katamu cuek sambil memalingkan muka ke arah jalan raya, untuk menghindari reaksinya karena kamu malu. Dan kamu sudah mulai mengganti panggilan dari saya-kamu menjadi gua-lu.
Dia yang mendengar itu tertegun, bahkan shock. Setelahnya, dia tersenyum melihatmu yang berusaha menutupi wajah karena malu.
"Beneran enggak kenapa-kenapa kok," katanya merespon. "Emang lagi capek aja hari ini," lanjutnya lagi.
"Oalah, ya udah nanti lu langsung balik aja." saranmu.
"Lah kamu?" Tanyanya. "Gua mah gampang, selama ada kendaran umum, semua bisa teratasi," jawabmu.
"Enak aja. Tadi pagi, yang jemput kamu itu saya. Berarti pulang harus sama saya." Ujarnya penuh penekanan.
"Bukan begitu bjir. Kan kasian badan lu, lu juga harus istirahat. Apalagi jadi asdos, pasti capeknya berkali-kali lipat." Kamu memberikan alasan yang masuk akal.
"Saya capek bukan karena kamu, tapi karena kerjaan. Jadi ga ada hubungannya sama kamu." Jawabnya tak mau kalah.
"Iya tau. Tapi mana mungkin gua tega ngeliat orang yang capek harus gua repotin" Jawabmu lagi.
"Saya ga pernah ngerasa direpotin sama kamu." Katanya telak.
"Ya sudah terserah aja deh." Katamu kehabisan kata-kata lalu kembali menatap jalan raya.
"Jadi, beneran mau dengar cerita saya atau enggak?"
Seketika perhatianmu sepenuhnya ke dia, menatap dengan mata berbinar karena penasaran, sambil mengaggukkan kepala.
"Saya lagi capek sama kerjaan saya, ya itu jadi Asdos. Rasanya menguras energi banget. Apalagi kelakuan mahasiswa yang beragam," tuturnya membuka cerita sambil matanya menilik ke arah kamu.
Kamu yang merasa tersindir, kelagapan sendiri.
"Tapi mungkin akan lebih mendingan kalau saya fokus jadi asdos, ini kan saya juga masih kuliah. Jadi ya kerjanya double," tambahnya.
"Nah karena dari itu, mending lu ga usah anter gua. Lu kelarin dulu tugas lu," kamu memberi solusi (atau mungkin alasan untuk menghindar darinya).
"Solusi yang tidak solutif," jawabnya. "Kamu tidak nyaman ya sama kehadiran saya?" Tanyanya tiba-tiba.
"Hah?"
"Ya itu, kamu dari tadi cuma bilang ga usah jemput. Kamu ga nyaman sama saya?"
"eh -- engga," kamu kelimpungan sendiri. "Bukan begitu maksudnya. duuh.. gimana ya jelasinnya".
"Berarti kamu nyaman sama saya?" Tanyanya lagi secara tiba-tiba tanpa aba-aba.
"DIH?!" Kamu terkejut dengan kalimatnya.
"Ngeselin nih!" Yang dikatain cuma cengar-cengir tanpa merasa berdosa.
"Jangan risih dulu ya, saya mau berusaha dulu untuk bisa dekat sama kamu".
Seperti sebuah pribahasa, sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan pecah juga. Mungkin saat ini kamu sedang mengalaminya.
Mulai terbiasa akan kehadirannya, bahkan saat ini kamu menunggu kehadirannya.
Sore menjelang malam, kamu masih tidak melihat batang hidungnya. Sudah satu jam berdiri di parkiran, menunggu dirinya yang tiba-tiba hilang seolah tenggelam ditelan bumi.
Bahkan Hpnya pun mati.
Emosi mulai menjalar ditubuhmu, "Ishh kemana si?!" Kamu masih berusaha menghubunginya.
"Sudahlah!" Katamu sambil mematikan panggilan yang belum dijawab juga.
Kamu berjalan keluar kampus menuju halte dengan perasaan marah dan sedikit menghentak kaki.
Kamu masuk ke dalam halte sambil mengeluarkan earphone. "ehh," batin mu.
Memperhatikan suasana sekitar, kamu merasa de javu dengan kegiatan ini.
"Sudah lama juga ga naik bus" kata mu dalam hati.
Kamu duduk di bangku halte, menunggu bus datang. Tak lama bus itu datang dan membawa mu pulang ke rumah.
Kamu sampai di rumah ketika matahari sudah selesai dengan tugasnya, digantikan bulan yang sedang bekerja.
Tak perlu berleha-leha, kamu masuk ke kamar -- mandi -- lalu lanjut mengerjakan tugas sambil makan malam di dalam kamar.
Ketika tengah fokus pada tugasmu, ada notif yang masuk ke Hp mu. Ting!
Kamu melihatnya dengan tak acuh, mengganggu pikirmu.
Kamu kembali fokus pada tugasmu, tapi tak berselang lama, notif itu bunyi kembali. Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
"Ck!" Kamu mengambilnya dengan malas. Melihat siapa yang spam pesan di Hpmu.
Asdos Gila
Hei, tadi kamu kemana?
Maaf tadi saya lupa kabarin
Jangan marah dong..
Janji ga ngulangin lagi
Heiii
"Apaan si" katamu melihat pesan tersebut. Tak ada niat membalas, kamu kembali meletakkan Hpmu.
Triingg ~ Triing ~ Triing. Dering Hp mu berbunyi, Ia menelponmu.
"Hal--" Belum sempat kamu berbicara, ia sudah menerobos omonganmu.
"IH KENAPA GA BALES SII" Katanya dengan nada yang panik.
"Brisik deh." Balasmu.
"Aku nanya, kenapa kamu ga baleesss"
"Lagi ngerjain tugas." Singkat, padat jelas.
"Kamu marah?" Tanyanya lagi.
"Apansi?! Kalo ga jelas gua matiin nih." Ancammu
"Ehh jangan duluu," katanya menahan panggilan kalian.
"Ya udah kenapa?" Kamu bertanya cuek, (((padahal kamu juga kepo))).
"Hah? Kenapa apanya?" Yang diseberang malah tidak paham.
"Yaa.. Kenapa tadi ilang?"
"Ciee, kepo yahh?" Sungguh, jawabannya bikin kamu kesal.
"Beneran gua matiin dah" Ancammu sekali lagi.
"Ehh, iya iyaa.. aku jelasin nih"
"Jadii, tadi aku dipanggil sama dosen, katanya ada rapat. Dan karena dadakan, aku ninggalin Hp aku di meja. Makanya aku ga bisa kabarin ke kamu"
"Ohh" Responmu singkat.
"Dih? Oh doang?"
"Ya terus apa?"
"Capek deh kalo ngobrol sama orang cuek."
"Kalo emang capek, ngapai repot-repot ngehubungin gua? dari awal juga gua ga mau berhubungan sama lu." Kamu marah atas apa yang dia bicarakan. Dia yang selalu menggaggu hidupmu, tapi dia yang capek?
"Lho kok marah? Iya emang capek. Tapi aku ga pernah merasa repot kok. Aku suka."
Seketika pipi kamu merona, walaupun sedikit.
"Suka apa?" Kamu mulai memancingnya
"Sukaa.. ka--"
Tuut. Tanda panggilan diakhiri.
"Ya maap, tadi ketiduran, makanya telat." Jawabnya sambil memberikan helm.
Tanpa perlu obrolan panjang, kalian berangkat menuju kampus.
Hari ini, hanya ada satu mata kuliah tambahan. Jadi, siang menjelang sore kamu sudah tidak ada kegiatan. Setelah mata kuliah selesai, kamu memutuskan untuk pergi ke sebuah cafe yang tidak jauh dari kampus.
Memesan minuman kesukaanmu, lalu memilih duduk di dekat jendela sambil memerhatikan orang-orang yang lalu lalang.
Ketika kamu sedang asyik melamun, "Kok gak bilang kalau sudah selesai kelas?" Dia sudah datang di hadapan mu.
Kamu melihat dengan sedikit terkejut. "Kok bisa di sini?" Bukan menjawabnya, kamu memilih untuk bertanya balik.
Dia menarik bangku yang ada di depan kamu, dan duduk di hadapan kamu.
"Ya taulah.. Setiap hari kamu kan ke sini."
Kamu menanggapi hanya dengan anggukan tiga kali. Setelahnya, kalian diam tanpa bicara.
Sibuk dengan pikiran masing, hingga dia bangun dari hadapan kamu, dan meninggalkan kamu begitu saja.
"Mau kemana?" Tanya kamu saat hendak meninggalkan kamu.
"Mau pesen minum" Katanya santai, sambil menunjuk meja kasir.
"Mau nitip?" Tanyanya lagi.
Kamu hanya menggeleng sebagai jawaban.
Tak menunggu waktu yang lama, ia kembali dengan membawa minumannya. Lalu duduk dengan tarikan napas yang begitu dalam.
"Kenapa?" Tanya kamu membuka obrolan seolah peduli, atau memang mulai peduli?
"Hhm?" Tanyanya balik, tak paham sambil meminum minumannya.
"Kenapa narik napas sedalam itu?" Tanya kamu lagi.
"Oh, engga apa-apa kok" Jawabnya.
Kamu hanya merespon anggukkan, seolah mengiyakan. Padahal, kamu melihat keadannya yang tidak baik-baik saja.
Pandangannya seolah ada banyak hal yang sedang dalam antrian untuk dipikirkan.
"Gua juga bisa jadi pendengar kok." Katamu cuek sambil memalingkan muka ke arah jalan raya, untuk menghindari reaksinya karena kamu malu. Dan kamu sudah mulai mengganti panggilan dari saya-kamu menjadi gua-lu.
Dia yang mendengar itu tertegun, bahkan shock. Setelahnya, dia tersenyum melihatmu yang berusaha menutupi wajah karena malu.
"Beneran enggak kenapa-kenapa kok," katanya merespon. "Emang lagi capek aja hari ini," lanjutnya lagi.
"Oalah, ya udah nanti lu langsung balik aja." saranmu.
"Lah kamu?" Tanyanya. "Gua mah gampang, selama ada kendaran umum, semua bisa teratasi," jawabmu.
"Enak aja. Tadi pagi, yang jemput kamu itu saya. Berarti pulang harus sama saya." Ujarnya penuh penekanan.
"Bukan begitu bjir. Kan kasian badan lu, lu juga harus istirahat. Apalagi jadi asdos, pasti capeknya berkali-kali lipat." Kamu memberikan alasan yang masuk akal.
"Saya capek bukan karena kamu, tapi karena kerjaan. Jadi ga ada hubungannya sama kamu." Jawabnya tak mau kalah.
"Iya tau. Tapi mana mungkin gua tega ngeliat orang yang capek harus gua repotin" Jawabmu lagi.
"Saya ga pernah ngerasa direpotin sama kamu." Katanya telak.
"Ya sudah terserah aja deh." Katamu kehabisan kata-kata lalu kembali menatap jalan raya.
"Jadi, beneran mau dengar cerita saya atau enggak?"
Seketika perhatianmu sepenuhnya ke dia, menatap dengan mata berbinar karena penasaran, sambil mengaggukkan kepala.
"Saya lagi capek sama kerjaan saya, ya itu jadi Asdos. Rasanya menguras energi banget. Apalagi kelakuan mahasiswa yang beragam," tuturnya membuka cerita sambil matanya menilik ke arah kamu.
Kamu yang merasa tersindir, kelagapan sendiri.
"Tapi mungkin akan lebih mendingan kalau saya fokus jadi asdos, ini kan saya juga masih kuliah. Jadi ya kerjanya double," tambahnya.
"Nah karena dari itu, mending lu ga usah anter gua. Lu kelarin dulu tugas lu," kamu memberi solusi (atau mungkin alasan untuk menghindar darinya).
"Solusi yang tidak solutif," jawabnya. "Kamu tidak nyaman ya sama kehadiran saya?" Tanyanya tiba-tiba.
"Hah?"
"Ya itu, kamu dari tadi cuma bilang ga usah jemput. Kamu ga nyaman sama saya?"
"eh -- engga," kamu kelimpungan sendiri. "Bukan begitu maksudnya. duuh.. gimana ya jelasinnya".
"Berarti kamu nyaman sama saya?" Tanyanya lagi secara tiba-tiba tanpa aba-aba.
"DIH?!" Kamu terkejut dengan kalimatnya.
"Ngeselin nih!" Yang dikatain cuma cengar-cengir tanpa merasa berdosa.
"Jangan risih dulu ya, saya mau berusaha dulu untuk bisa dekat sama kamu".
🌙🌙🌙
Seperti sebuah pribahasa, sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan pecah juga. Mungkin saat ini kamu sedang mengalaminya.
Mulai terbiasa akan kehadirannya, bahkan saat ini kamu menunggu kehadirannya.
Sore menjelang malam, kamu masih tidak melihat batang hidungnya. Sudah satu jam berdiri di parkiran, menunggu dirinya yang tiba-tiba hilang seolah tenggelam ditelan bumi.
Bahkan Hpnya pun mati.
Emosi mulai menjalar ditubuhmu, "Ishh kemana si?!" Kamu masih berusaha menghubunginya.
"Sudahlah!" Katamu sambil mematikan panggilan yang belum dijawab juga.
Kamu berjalan keluar kampus menuju halte dengan perasaan marah dan sedikit menghentak kaki.
Kamu masuk ke dalam halte sambil mengeluarkan earphone. "ehh," batin mu.
Memperhatikan suasana sekitar, kamu merasa de javu dengan kegiatan ini.
"Sudah lama juga ga naik bus" kata mu dalam hati.
Kamu duduk di bangku halte, menunggu bus datang. Tak lama bus itu datang dan membawa mu pulang ke rumah.
Kamu sampai di rumah ketika matahari sudah selesai dengan tugasnya, digantikan bulan yang sedang bekerja.
Tak perlu berleha-leha, kamu masuk ke kamar -- mandi -- lalu lanjut mengerjakan tugas sambil makan malam di dalam kamar.
Ketika tengah fokus pada tugasmu, ada notif yang masuk ke Hp mu. Ting!
Kamu melihatnya dengan tak acuh, mengganggu pikirmu.
Kamu kembali fokus pada tugasmu, tapi tak berselang lama, notif itu bunyi kembali. Ting!
Ting!
Ting!
Ting!
"Ck!" Kamu mengambilnya dengan malas. Melihat siapa yang spam pesan di Hpmu.
Asdos Gila
Hei, tadi kamu kemana?
Maaf tadi saya lupa kabarin
Jangan marah dong..
Janji ga ngulangin lagi
Heiii
"Apaan si" katamu melihat pesan tersebut. Tak ada niat membalas, kamu kembali meletakkan Hpmu.
Triingg ~ Triing ~ Triing. Dering Hp mu berbunyi, Ia menelponmu.
"Hal--" Belum sempat kamu berbicara, ia sudah menerobos omonganmu.
"IH KENAPA GA BALES SII" Katanya dengan nada yang panik.
"Brisik deh." Balasmu.
"Aku nanya, kenapa kamu ga baleesss"
"Lagi ngerjain tugas." Singkat, padat jelas.
"Kamu marah?" Tanyanya lagi.
"Apansi?! Kalo ga jelas gua matiin nih." Ancammu
"Ehh jangan duluu," katanya menahan panggilan kalian.
"Ya udah kenapa?" Kamu bertanya cuek, (((padahal kamu juga kepo))).
"Hah? Kenapa apanya?" Yang diseberang malah tidak paham.
"Yaa.. Kenapa tadi ilang?"
"Ciee, kepo yahh?" Sungguh, jawabannya bikin kamu kesal.
"Beneran gua matiin dah" Ancammu sekali lagi.
"Ehh, iya iyaa.. aku jelasin nih"
"Jadii, tadi aku dipanggil sama dosen, katanya ada rapat. Dan karena dadakan, aku ninggalin Hp aku di meja. Makanya aku ga bisa kabarin ke kamu"
"Ohh" Responmu singkat.
"Dih? Oh doang?"
"Ya terus apa?"
"Capek deh kalo ngobrol sama orang cuek."
"Kalo emang capek, ngapai repot-repot ngehubungin gua? dari awal juga gua ga mau berhubungan sama lu." Kamu marah atas apa yang dia bicarakan. Dia yang selalu menggaggu hidupmu, tapi dia yang capek?
"Lho kok marah? Iya emang capek. Tapi aku ga pernah merasa repot kok. Aku suka."
Seketika pipi kamu merona, walaupun sedikit.
"Suka apa?" Kamu mulai memancingnya
"Sukaa.. ka--"
Tuut. Tanda panggilan diakhiri.
Di sini kamu sekarang, dengan pipi merona sambil meremas boneka lumba-lumba yang tak ada salahnya.
Bukan karena kalimatnya, bukan. Tapi karena dia telah mengganti panggilannya menjadi aku-kamu.
🌙 BERSAMBUNG 🌙


siapaa yg senyum2 cmn karena panggilan aku-kamu??!!! SAYAA!!!!!
BalasHapus