Pagi dan Malam - 3

(Foto: Unsplash / Chris Slupski)

Di sini kamu sekarang, menemani seorang pria yang tadinya tidak kamu harapkan kehadirannya. Berada di sebuah perpustakaan dan menjelajahi jenis-jenis buku untuk tugas dia yang sudah tertunda.

Dirinya yang fokus dengan buku tebal, dan alisnya yang mengkerut memikirkan tulisan-tulisan yang dibaca. Rasanya berbeda dari biasanya, tak ada suaranya yang selalu mencari perhatian dan tak ada tindakannya yang selalu tiba-tiba hingga membuatmu terkejut.

"Kenapa ngeliatin?" Tanyanya tiba-tiba. Kamu yang ketahuan, langsung buang muka, malu dengan tindakan kamu.

"Ah engga," salting nieeh.

"Ga usah malu kali, nih liatin aja teruus," katanya mendekatkan mukanya ke arah kamu.

"Ih apasii," kamu mendorong badannya agar tetap dengan jarak aman.

Dirinya hanya tertawa melihat dirimu yang salah tingkah. "Duduk yuk, mau baca buku ini dulu," ajaknya.

Kamu hanya mengangguk mengiyakan ajakannya. Duduk di sebuah meja dekat jendela. Memperlihatkan jalan raya yang begitu ramai dari atas gedung.

Sedangkan dirinya, sudah asik dengan buku yang ditangannya, membalik halaman tiap halaman, memahami tiap kata dari buku tersebut. Tanpa disadari, kamu lagi dan lagi memperhatikan wajahnya.

Memperhatikan detail mukanya, rasanya tenang sekali.

Dan secara tiba-tiba, mata dia melirik ke arah mu, dan beradu pandang satu sama lain. Dengan spontan, kamu menutup muka dengan kedua tanganmu.

Dan dia, tertawa melihat tingkah kamu.

"Lucu juga kamu," katanya tanpa tahu bahwa pipimu sudah merona seperti tomat.

"Kan sudah dibilang, kalau mau liatin, liatin aja. Ga usah malu-malu," ucapnya sambil menarik tanganmu dari wajah.

Dan kamu, hanya nyengir sebagai jawabannya.

"Kamu laper ga?" tanyanya.

Kamu hanya mengangguk. "Tapi selesain dulu punya lu," katamu.

"Ya sudah aku baca dulu ya".

🌙🌙🌙

"Kamu mau makan apa?" Tanyanya sambil berjalan di samping mu menuju tempat makan.

"Apa aja".

"Engga ada menu namanya apa aja," balasnya.

"Bebas pokoknya".

"Mie ayam mau? Di sekitar sini enak mie ayamnya" tawarnya sambil menunjuk area kaki lima.

"Boleh, tapi abis itu beli pancong lumer ya," ajakmu.

"Emang ada?"

"Ada, lurus ke sana, enak tau, apalagi yang matcha," matamu berbinar ketika berbicara mengenai matcha.

"Ya sudah, boleh".

Seperti percakapan kalian, setelah selesai makan Mie Ayam, kalian menuju pedagang pancong lumer. Lalu memesannya.

"Kenapa suka matcha?" Tanyanya ketika pesanan mu datang.

"Enak, rasanya pas, engga berlebihan," jawab mu.

"Tapi, engga semua matcha bisa pas di mulut," tambah mu menjelaskan.

"Lho tadi katanya engga berlebihan, tapi kok ga pas di mulut?" Dia bingung dengan penjelasan mu.

"Ya iya, maksudnya, matcha itu enak kalo takarannya pas. Apalagi kalau yang buat itu paham tentang matcha yang engga kemanisan dan engga keenceran," jelas mu panjang lebar sambil makan pancong yang masih mengeluarkan asap.

"Ohhh, sama kayak kopi dong," dia menanggapi dengan tenang.

"Kopi juga gitu, kalau kemanisan, rasanya aneh, bukan kopi lagi. Kalau keenceran juga, rasa pahitnya hilang," dia ikut menjelaskan.

"Emang sesuatu yang berlebihan itu engga baik," tutupnya.

"Wah hebat asdos satu ini," tanggapmu.

Yang dipuji hanya memasang wajah bingung dengan alis yang mengerut.

"Selalu ada kata-kata mutiara di akhir kalimatnya," sambung mu.

"Oh iya, aku mau kasih tau," katanya tanpa memperdulikan perkataan mu.

Kamu yang sedang asik menikmati lumeran matcha di pancong mengalihkan pandangan ke arah dia.

"Sepertinya, beberapa waktu ke depan aku engga bisa jemput kamu dulu," katanya perlahan seolah takut kamu kenapa-kenapa.

Kamu yang mendengarnya hanya ber-oh ria. "Okeeh," katamu menanggapi.

"Oke doang? Aku kira kamu akan memberikan reaksi yang lebih," jawabnya sedikit kecewa dengan responmu.

"Ya engga apa-apa. Kan lagian, manusia ada kesibukannya sendiri. Jadi ga masalah dong. Masa harus maksain untuk tetep dianterin?" Jelas mu.

"Iya sii.. tapi, kirain bakal dikhawatirin," Katanya lemas sambil mengambil sepotong pancong.

"Ohh minta dikhawatirin," ledekmu dengan senyum yang mengembang, "Kenapa si emangnyaa ga bisaa jemput?" Tanyamu yang meledek.

Dengan tampang seriusnya, dia berkata "Ini saya serius lho," membuat kamu sedikit kaget.

"Aku ga bisa jemput kamu dulu beberapa waktu." Dia mengulang kalimatnya.

"Iyaa teruus?" Kamu menunggu kelanjutannya.

"Kamu ga mau tanya kenapa?"

"Iyaa kenapa emangnya ga bisa jemput?"

"Nanti kamu tau jawabannya."

"Dih?? bodo amat." Jawab mu sambil sedikit emosi.

"Ya sudah yuk, pulang," Ajaknya sambil bangkit dari tempat duduk dan membayar pesanan.

🌙🌙🌙

Saat ini kalian berada di KRL menuju rumah masing-masing. Ketika sedang saling diam, dia memulai percakapan. "Mau ke Surken ga?" Tanyanya.

"Surken?"

"Iya, Surya Kencana di Bogor," Tambahnya. "Aku baru inget, di sana lagi ada bazar, mau ga?"

"Kita cari matcha terenak di Surken," sogoknya.

Kamu menimbang kembali ajakannya. "Hmm .. boleh deh". Dan kalian, tidak jadi pulang. Melanjutkan perjalanan hingga stasiun paling akhir, Stasiun Bogor.

Ketika sampai di sana, suasana sudah berganti peralihan dari terang menuju gelap. Dengan suasana yang tidak panas dan sedikit berangin, kalian menelusuri jalan Surya Kencana dengan begitu perlahan. Memperhatikan keramaian yang ada, dengan hiruk pikuk para pengunjung yang juga datang ke bazar.

"Mau langsung cari matcha ga?"

"Nanti aja, kalau seketemunya," ujar mu dengan berjalan di sampingnya (((tanpa menggenggam tangannya))).

"Aku suka deh," katanya sambil menatap lurus ke depan.

Kamu yang bingung dengan arah pembicaraannya, ikut memperhatikan apa yang dilihatnya. Namun tak juga menemukan objek tersebut. "Suka apa?" Tanyamu bingung.

"Aku suka bisa jalan sama kamu berdua," lanjutnya tanpa beban. Sedangkan kamu? Berusaha mati-matian untuk tidak merona.

Demi mengurangi salah tingkah, kamu hanya menganggukkan kepala sebagai bentuk reaksi.

"Jangan kangen yaa," katanya lagi.

"Kenapa harus kangen?"

"Ya siapa tau kamu kangen. Kan besok aku engga bisa jemput kamu," jawabnya.

"Lu itu cuma ga bisa jemput gua. Bukan ga bisa liat gua, atau sebaliknya. Ga usah berlebihan deh," kamu menanggapi dengan sedikit emosi. Aneh, pikirmu.

"Yaa kan tidak ada yang tahu," responnya tanpa melihatmu dengan tetap berjalan.

"Terima kasih ya," tuturnya dengan menatap wajahmu dengan senyuman yang begitu tulus.

"Untuk apa? Harusnya gua yang terima kasih," Jawabmu. "Hari ini, lu full ditraktir tanpa terkecuali. Kan jadi enak hehe," lanjutmu tanpa dosa.

"Hahaha, kamu itu, ada-ada aja," responnya dengan tawa hingga matanya menyipit. "Jadi pengen pacarin deh".

Deg. Sontak kamu berhenti berjalan. Menatap lurus ke hadapannya.

Dia yang melihat tingkah kamu, ikut berhenti. "Engga kok.. aku bercanda doang".

"Mana mungkin aku berani nembak kamu di sini. Yang ada, aku di tolak, abis itu ditinggalin," alibinya (mungkin).

Kamu masih diam. Tak tahu harus merespon bagaimana.

Jujur, saat ini kamu tak tahu harus bagaimana. Rasanya dunia terhenti. Walaupun dia sudah menjelaskan bahwa itu hanya candaan, tapi kamu tetap menganggapnya itu adalah hal yang serius.

Rasanya saat ini, ingin sekali kamu teriak di depan wajahnya. Seenak jidat asal bicara, sedangkan hati sudah mulai ikut berinteraksi.

Dan dari semua respon yang ingin kamu keluarkan. Kamu hanya memberi jari tengah sebagai bentuk kekesalan.

"Ga usah macem-macem!" ancammu penuh penekanan.

"Hahaha, iya-iya maaf yaa," katanya lagi.

Dan kalian, lanjut berjalan lagi.

"Nih aku beneran mau berterimakasih sama kamu," katanya lagi.

"Terima kasih karena tetap membiarkan aku ada di sekitar mu. Terima kasih karena kamu tidak menolak kehadiran ku. Dan terima kasih karena kamu tetap dengan pendirianmu".

Kamu hanya diam tanpa tahu harus merespon apa. Lalu dia mengajak duduk di sebuah bangku pada trotoar pejalan kaki.

"Aku senang bisa menjadi salah satu peran dalam hidupmu. Ya walaupun mungkin singkat," tambahnya lagi.

"Kenapa singkat?" Akhirnya kamu merespon.

"Ya singkat, karena kita baru bertemu baru-baru ini. Coba saja dari waktu bayi".

"Dih?" Kamu sudah lelah dengan jawabannya yang selalu di luar nalar.

"Ya mana mungkin lah. Orang lu lebih TUA," tambah mu sedikit memberikan penekanan di akhir kata.

"Oh iya, kalau besok aku engga bisa dihubungi, jangan ditungguin ya," katanya lagi dan lagi memulai topik yang baru.

"Ihhh geer lu pak".

"Ya siapa tau kamu kangen kan?"

"Dasar asdos lebay," ejekmu.

"Lebay gini, bisa bikin pipi kamu merona kayak tomat," jawabnya tak mau kalah.

"IHHH NGESELIN NIHH" Kamu menaikan suara sambil memukul lengannya.

Dan percakapan masih terus berlanjut hingga kalian menemukan matcha sesuai dengan tujuan awal.

Meski harus ada kalimat-kalimat sarkas yang keluar dari mulutmu. Malam itu, begitu indah dengan sendirinya tanpa ada yang mencampuri.

Ketika kalian ingin kembali pulang ke rumah masing-masing. Dia menawarkan sebuah boncengan, "Nanti sama aku aja pulangnya".

Tanpa ada penolakan, kamu mengiyakan tawarannya. "Boleh deh, soalnya capek banget," katamu.


🌙 BERSAMBUNG ðŸŒ™

Komentar

Postingan Populer

Salam Perkenalan

Hai semuanya! Salam kenal yaa, semoga kamu suka dengan isi tulisan yang saya berikan. Enjoy the time!

Ayo berkomunikasi

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman