Apartem(a)ent - 2
Setelah perdebatan yang alot malam itu, akhirnya Athala mengalah - lebih tepatnya tidak mau mengikuti aturan yang dia buat sendiri. Namun aku dan dia membuat perjanjian, yaitu selalu mengabari ketika sedang berada di luar.
Ya aku menyetujuinya, karena bagaimana pun, saat ini dia bertanggung jawab atas diriku. Hari ini sedang weekend, aku masih berada di kamar. Tapi, di luar sana, ketukan pintu kamar sudah terdengar. Sang empu, sudah kelaparan.
"Ya sebentar Athala," teriakku dari dalam kamar menuju sumber suara.
Baru saja membuka pintu, sudah ada cowok jangkung yang bertolak pinggang berdiri di depan pintu. "Manggil apa tadi?" Tanyanya.
"Hah?" Tanyaku sok polos.
Entah sejak kapan, Athala selalu marah ketika aku panggil dengan nama aslinya. "Namanya Athala kan?" Tanyaku meledek.
"Oh mulai berani ya lu?" Suaranya datar dengan mimik wajahnya yang dingin.
"Sejak kapan takut?" Lagi, lagi aku meledek dirinya sambil berlalu meninggalkan dirinya yang masih setia di depan pintu kamarku.
Tak lama, Athala mengikutiku menuju meja makan. Athala sudah selesai memasak, dan dia memanggil untuk makan bersama. Ya, ini adalah salah satu aturan tak tertulis. Athala meminta, kalau bisa selalu makan bersama.
Ketika aturan utama itu dibuat, Athala berkata, "Na, tapi kalau bisa yaa, kita kalo makan bareng-bareng ya".
Ketika aturan utama itu dibuat, Athala berkata, "Na, tapi kalau bisa yaa, kita kalo makan bareng-bareng ya".
"Makan bareng?"
"Iya, kalau bisa aja si. Soalnya kan kita beda jurusan, dan beda kegiatan. Jadi setidaknya ada percakapan Na. Ga harus setiap hari kok, tapi setidaknya ada lah dalam seminggu." Athala menjelaskan alasannya.
Aku yang mendengarkan hanya ber-oh ria menyetujuinya. Lagi pula tak ada salahnya untuk makan bersama. Dan benar yang dibilang Athala, karena kita berbeda jurusan, pasti sulit untuk bertemu.
"Selamat makan Athala," kataku yang sudah duduk di meja makan dengan makanan yang sudah berada di piringku.
"Terus aja Nala, terus," protesnya.
Aku yang melihatnya hanya tertawa. Walaupun dia sok cool, tapi Athala baik. Selalu mengerti apa yang ku mau, dan selalu ada disetiap aku membutuhkannya.
Saat aku sedang asik dengan makananku, Athala bersuara, "Na hari ini ada acara ga?" Tanyanya.
Aku yang ditanya, hanya menggelengkan sebagai jawabannya.
"Keluar yuk," ajaknya.
"Ga ah, males." Tolakku.
"Ya elah, temenin dong. Gua ga mau keluar sendirian." Bujuknya.
"Mau kemana emang?" Tanyaku.
"Temen kelas gua ada yang ngajak main," jelasnya singkat.
"Ya sudah, main sama temen lu aja ah," tolakku lagi.
"Ih ga mau, dia udah gua tolak mulu. Kasian Na. Sekali ini aja yaa, asli deh," jelasnya lagi lebih panjang sedikit.
"Jam berapa emang?" Tanyaku lagi. Kasian juga si liat dia yang tidak bisa menolak ajakan temannya.
"Jam 11 siang kok," katanya.
Dan aku hanya ber-hmm ria, menyetujui ajakannya. Namun, aku menyesalinya saat ini. Ku kira, teman yang dia maksud adalah teman laki-laki. Ternyata adalah teman perempuannya. Ya, bisa dibilang aku jadi nyamuk antara hubungan mereka.
Lihat saja sekarang? aku berada di kursi belakang, sedangkan mereka berdua di depan ku dengan tangan yang saling berpegangan mesra. Nasib jadi jomblo.
Aku yang muak dengan situasi ini memilih mendengarkan lagu, dan memejamkan mata. Entah berapa lama aku memejamkan mata, saat terbangun sudah berada di area pantai. Dan yang jelas, aku ditinggal di mobil sendirian.
Liat aja Athala nanti, aku akan balas dendam.
Aku buru-buru keluar dari mobil, berlari kecil ke arah tepian pantai. Persetan dengan sejoli itu, aku mau menikmati suasana ini sendirian saja.
Baru saja aku menceburkan kaki ke dalam pantai. Cowok dengan banyak kepribadian itu memanggil diriku, "NALA SINI!" Teriaknya dari kejauhan.
Aku yang melihatnya memilih menghampiri mereka dengan muka yang kepanasan. "Kok ga bilang kalau sudah bangun?" Tanya Athala dengan seorang perempuan yang masih setia menggandeng tangannya.
"Yang ninggalin siapa ya?" Jawabku sinis.
"Athala, jalan ke sana yuk. Kayaknya di sana lebih enak suasanya." Perempuan yang tak dianggap itu memilih bersuara mengacaukan percakapanku dengan Athala.
"Yuk." Jawab Athala.
Seperti terhipnotis, Athala tak mengindahkan perkataanku, malahan memilih melewatiku begitu saja.
Setelah mereka berada lebih jauh dari posisiku tadi, aku mengangkat tanganku dan mengacungkan jari tengah. "F**K YOU!" Teriakku tak bersuara.
Entah kenapa disaat kesal begini, ingatanku ketika di dalam mobil tadi teringat jelas. Athala menjemput perempuan itu ke rumahnya. Dan saat perempuan itu masuk ke dalam mobil, dirinya terkejut melihatku yang berada di dalam juga.
"Dia siapa?" Tanyanya ke Athala seolah tak nyaman atas kehadiranku.
"Dia temen gua, namanya Nala" Jawab Athala santai.
"Nala, kenalin, dia Mutiara," kali ini Athala mengenalkannya kepadaku. Aku memulainya duluan, menjabat tangannya. "Nala, teman Athala," Kataku dengan senyum ramah.
Sedangkan dia, hanya menjabat tanganku sebentar tanpa ada mengenalkan dirinya.
"Kok ada orang lain?" Tanya perempuan yang bernama Mutiara itu.
"Ya kenapa emang? Ada larangannya kah?" Athala malah berbalik tanya.
"Ya kenapa emang? Ada larangannya kah?" Athala malah berbalik tanya.
"Aku kira maksud kamu kemarin bawa teman, teman kamu cowok," jawabnya.
"Nala bisa jadi cowok juga kok," respon Athala santai.
Sedangkan aku yang tidak diajak ke dalam percakapan hanya berusaha tenang padahal aslinya mau meneriakinya.
Memang siapa juga yang mau diajak untuk jadi nyamuk? Kalau tau juga mending milih tidur.
Setelah waktu yang terasa begitu lama, akhirnya kini aku dan Athala berada di jalan menuju apartement. Mutiara pun sudah dipulangkan dengan selamat sentosa dan senyum yang benar-benar mengembang.
"Pindah Na, ke depan," Kata Athala sesaat setelah Mutiara hilang dari pandangan.
Aku yang sedari tadi menahan emosi, memilih diam. Athala mengulangi kalimatnya, "Nala, pindah ke depan".
"Nalaaa," Panggil Athala.
Aku tetap diam.
Tapi, entah kenapa Athala memilih untuk mengalah. Tak lagi memanggilku. Dan memilih untuk melajukan mobilnya.
Setelah sampai apartement, aku keluar lebih dulu, tanpa menuggunya. Masuk ke dalam apartement lebih dulu, dan segera masuk ke dalam kamar.
Tak lama, aku mendengar suara pintu terbuka, Athala sudah masuk ke dalam apartement. Namun tak ada lagi suara pintu terbuka, Athala ada di ruang tengah.
Tak perduli dengan apa yang dia lakukan di sana aku memilih untuk membersihkan diri. Ingin tidur saja.
Namun sepertinya semesta tak berpihak padaku hari ini. Air minum yang biasa aku isi di tumbler sudah habis. Aku yang sedang haus, mau tak mau memilih keluar kamar untuk mengambil minum.
Lagipun sepertinya Athala yang sudah masuk kamar. Ya aku masih emosi dengan dirinya.
Saat keluar kamar, benar saja tak ada siapa-siapa di sana. Tanpa perlu mengendap-endap, aku mengambil air minum.
Namun saat aku berbalik, "Astaga!" Aku terkejut. Athala masih di ruang tengah. Dia tiduran di sofa, dan kini duduk memerhatikanku dengan badan tegapnya.
Aku yang masih terkejut, mengelus dada. Rasanya jantung ini mau copot. Tanpa perlu bertanya, aku memilih mengabaikannya. Berjalan lurus ke dalam kamar. Namun tepat berada di ruang tengah, suara Athala terdengar.
"Duduk. Sini." Dua kata mematikan. Dan aku seketika diam di tempat seolah tertangkap basah.
"Nala Putri Dharma. Duduk." Mampus aku, dia sudah memanggil nama lengkapku. Aku yang sudah tidak bisa kabur, memilih mengikuti titahnya dengan tangan yang masih memegang tumbler dengan air yang penuh.
"Kenapa dari tadi ga jawab?!" Tanyanya langsung mengintrogasi. Aku yang tidak mau berbicara hanya menunduk sambil memeluk tumbler besar itu.
"Sekali lagi gua tanya. Kenapa dari tadi ga mau jawab?!" Tanyanya penuh penekanan.
Aku hanya memilih menggeleng. "Apa itu maksudnya?! Ga punya mulut?!" Tanyanya semakin emosi.
Aku yang masih setia menunduk, seketika menahan air mata yang sudah menggenang. Entahlah, aku juga tak tau kenapa ingin menangis.
"Liat gua!" Suara Athala meninggi hingga aku terkejut, tanpa sengaja mengeluarkan suara isak.
Entah keberanian darimana, aku memilih lari dari tempat itu, masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras. Tak lupa menguncinya.
Setelahnya aku menangis. Untuk pertama kalinya, aku menangis atas Athala yang emosi.

Komentar
Posting Komentar