Apartem(a)ent - 1

Baru saja aku masuk ke dalam rumah, eh bukan, apartement. Sudah ada seseorang yang menungguku dengan tampang yang menyeramkan, seolah ingin menerkam mangsanya yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama.

“Abis dari mana aja?” tanya dia dengan sinis. Aku menjawabnya dengan polos, “Dari rumah temen.”

“Kenapa ga ngabarin? Jam berapa sekarang? Terus kenapa ditelpon ga dijawab? Hpnya kemana? Ilang?!”

Jika kamu mengira dia adalah orang tua ku, abang ku, atau sanak saudaraku, semua jawabannya salah. Dia lekaki kepala batu yang selalu egois tanpa memikirkan pendapat orang. Yaa, sebut saja dia temanku.

“Wess, sabar pak sabar,” aku merespon dengan tanganku untuk menahan dirinya yang semakin mendekat.

Oke, sebelum melanjutkan, aku jelaskan dulu siapa dia agar tidak salah paham. Dia Athala, teman aku sejak SMA, dan sekarang aku sedang berkuliah. Aku dan dia dekat, tapi sebatas teman saja. Lagian, kita berdua berbeda kepribadian.

Karena saat ini aku dan dia satu kampus, kami memutuskan untuk tinggal satu apartemen. Eh tapi jangan berpikir negatif yaa, aku tidak sebodoh itu untuk melakuan hal yang tidak-tidak.

Jadi, ketika aku dipastikan keterima di satu kampus yang sama dengan Athala, aku bingung harus mencari kos-kosan yang murah di mana. Yaa karena aku tidak sekaya Athala, aku tidak mampu menyewa apartemen. Dan kebetulan, saat itu aku bercerita kepada dia, dan dia menawarkan untuk tinggal bersama. Tapi, aku tetap membayar uang sewa, walaupun lebih murah si.

“Kan engga ada di aturannya,” jawabku mengunkit aturan yang kami buat. “Hah?” Responnya kaget dan teringat akan aturan tersebut.

“Ya sudah, ayo kita buat ulang aturannya,” dia jalan ke arah laci dimana kertas itu disimpan.

“Lho kok?” Sekarang aku yang bingung, melihatnya mengambil kertas. “Lu itu tinggal di apart gua, kalo lu kenapa-kenapa siapa yang tanggung jawab? Gua juga kan? Nah sekarang lu juga mulai merasa bebas, pergi kemana-mana ga pernah bilang-bilang, pulang juga malem-malem,” Dia mulai ngoceh panjang lebar.

“Ya emang kenapa? Gua juga bisa jaga diri kok. Gua bukan anak kecil Alaaa” Protesku terhadap celotehan dia yang menganggap aku anak kecil. Emang kenapa si kalau pergi? Dia siapa emang? Bisa ngatur aku seenaknya?

Toh aku tinggal di sini juga karena dia, dia yang maksa. Ketika dia ajak aku tinggal bareng, aku awalnya menolak.

“Engga mau ah, enak aja. Bukan muhrim!” Kata ku menolak ajakan Athala tinggal bareng.

“Ya gua juga tau kali. Daripada lu nyari kosan murah tapi dapetnya yang yang ga bener? yang ada lu ikut pergaulan bebas,” Katanya ketika kita berada di kantin kampus. Saat itu aku masih pulang-pergi dari kampus ke rumah.

“Gua cari aja ah, ga mau bareng lu,” kata ku tetap menolak.

“Kenapa? Emang gua pernah apain lu? Emang selama ini gua jahat sama lu?” Tanyanya mengintrogasi seolah tak terima ditolak.

“Bukan gituu ihh.. Namanya setan, ga kenal tempat dan waktu.” Kataku asal ceplos.

“Ya kan cuma satu apart doang Nalaaa.. Bukan satu kamar” Katanya tak mau kalah.

“Ya udah gua tanya ibu dulu, kalo ibu ga bolehin, ga mau gua," kata ku sambil menelpon Ibu.

Lalu, sambungan telpon itu terhubung, "Halo bu, Ibu lagi sibuk ga?"

"--"

"Kalo Nala ngekos nya bareng Ala boleh ga bu?" Tanyaku sambil melirik ke arah Athala yang sedang menunggu jawaban ibu juga. "Loudspeaker dong," minta Athala.

"Lho bukannya Athala tinggal di apart La?"

"Iyaa buu.. maksudnya, aku tinggal di apart Ala juga," 

"HAH?! YANG BENER AJA KAMU NALAA," Nah, sudah aku duga, Ibu pasti kaget bukan main.

Aku melihat ke arah Athala, memberi isyarat, seolah berkata "Tuh kan, ga boleh". Alih-alih Athala menyerah, dia malah mengambil hp ku, dan berbicara dengan Ibu.

"Halo bu, ini Athala."

"THALA YANG BENER AJA DONG" Jawab Ibu ketika mendengar suara Athala.

"Bukan gitu maksudnya bu. Aku bisa jelasin. Dari kemarin kan Nala cari kos-kosan yang sesuai budget dia, tapi engga ada. Sekalinya ada, kos-kosannya terlalu bebas bu, bahkan itu campur." Athala selalu pintar dalam menjelaskan situasi dengan tenang. Bahkan ibu tidak memotong omongannya.

"Daripada Nala kenapa-napa di kosan itu, aku nawarin Nala untuk tinggal bareng di apart aku. Karena di kosan aku kamarnya kebetulan ada dua dan kamar mandinya ada di dalam kamar kok bu. Nala bisa pakai kamar itu. Dan aku juga ga akan macam-macam bu."

Ibu diam, sepertinya dia mulai menimbang-nimbang. Aku menduga, Ibu pasti akan menyetujuinya. Entahlah, Athala selalu bisa membujuk Ibu, padahal aku, yang anaknya sendiri tidak pernah bisa membujuk Ibu.

"Ibu tau, kamu anak yang baik, tapi bukan berarti ibu percaya sama kamu Thala." Ibu merespon penjelasan Athala.

"Ya sudah, boleh saja. Tapi ibu mau kalian buat aturan, untuk sama-sama saling menjaga. Ibu ga mau kalian berdua ada di dalam lingkaran setan." Kan.. sudah kuduga, Ibu termakan omongan Athala.

"Iya bu, nanti aku sama Nala buat aturannya," Athala menyetujui perkataan Ibu. Setelahnya, Athala mengembalikan Hpku. "Halo bu," aku melanjutnya percakapan yang sempat tertunda karena Athala mengambil alih.

"Nanti kalau bapak tau gimana bu?" Aku kini bertanya mengenai pendapat Bapak. Walaupun bapak cuek, Bapak tidak mungkin membiarkan anaknya satu atap sama manusia macam Athala. 

Athala yang mendengar ucapan aku, sontak menepok jidatnya, mengisyaratkan "Ada aja alasannya untuk menolak tinggal satu apart".

"Ini Bapak ada di samping Ibu." Jawab Ibu. Dan siapa yang diuntungkan? Ya, Athala menang lagi, lagi, dan lagi.

"Halo nak" Kali ini suara bapak terdengar dari sana. "Benar kata Athala, daripada kamu tinggal dengan orang yang tidak di kenal, lebih baik kamu sama Athala ya," Bapak berpendapat dengan tenang.

"Maaf ya nak karena bapaa--" Aku memotong omongan Bapak, tidak mau mendengarnya lebih lanjut.

"Sudah pak, tidak apa-apak. Tidak perlu minta maaf. Ya sudah kalau Bapak sama Ibu sudah menyetujuinya. Aku mau tinggal di apart Athala." Aku akhirnya mengalah lagi dari manusia kepala baru ini.

Panggilan telpon telah berakhir. Lelaki tanpa tau malu itu kini tersenyum riang melihatku, sedangkan aku? 180 derajat berbeda darinya. "Besok ya pindahannya," ujarnya tanpa mau tau keadaanku sekarang.

Dan setelahnya, aku beneran pindah ke apart Athala. Kami juga membuat aturan-aturan penting yang harus dipatuhi. 

Aturan Apartem(a)ent.
1. Dilarang masuk ke kamar masing-masing tanpa izin.
2. Kamar harus selalu dikunci, mau ada atau tidak ada orang.
3. Ketika keluar dari area kamar, pakaian harus sopan dan santun.
4. Dilarang membawa teman lawan jenis ke dalam apart.
5. Kebutuhan pangan tangungg jawab bersama.
6. Peraturan dapat bertambah sesuai keamanan dan kenyamanan masing-masing, tapi tidak dapat berkurang.
7. Jika salah satu ada yang melanggar, maka yang menumpang yang harus keluar dari apart hari itu juga.

Begitulah peraturan kami buat. Ya, jika yang melanggar adalah pemilik apart sendiri, yaitu Athala, maka tetap aku sebagai penumpang yang harus angkat kaki.

"Sesuai dengan aturan yang tertulis, kita bisa tambah aturan di apart ini," kekeh Athala.

Lalu Atahala duduk di sofa, dan segera menambahkan aturannya. Namun, sebelum ditulis, aku segera mencegahnya. "Berarti kalau kayak gitu, lu juga harus patuh sama aturan yang lu buat ya".

"Lho kok?" Perhatian Athala tak lagi ke kertas tersebut, melainkan ke aku yang masih setia berdiri. 

Aku berjalan ke arahnya, duduk di sampingnya. "Ya iyalah, itu aturan ada untuk kita berdua, bukan untuk gua doang. So.. kalo emang mau ada aturan jam malam, maka lu juga harus ikuti aturan itu."

"YA GA BISA LAH," tolaknya dengan cepat. "Selama ini gua selalu aman kalau pulang malam, beda sama lu." Athala coba menjelaskan, tapi ga masuk di akal menurutku. Emang kita bisa tau kapan kita dalam bahaya? Kan engga ya.

"Terus lu pikir gua ga bisa jaga diri? Ala denger yaa.. Gua ini udh 19 tahun, sebentar lagi 20 tahun. Gua udah gede Ala. Jadi ga perlu lah buat aturan macam anak kecil gitu," aku yang emang dasarnya keras kepala tidak mau kalah dengan manusia ini.

"Siapa bilang lu anak bayi? Gua juga tau lu udah 19 tahun Na," katanya berhadapan dengan ku.

"Ya sudah ga usah dibuat aturan kayak gitu. Lu aja ga mau. Ga adil itu namanya," timpal ku mengambil pulpen di tangannya.

Komentar

Postingan Populer

Salam Perkenalan

Hai semuanya! Salam kenal yaa, semoga kamu suka dengan isi tulisan yang saya berikan. Enjoy the time!

Ayo berkomunikasi

Nama

Email *

Pesan *

Total Tayangan Halaman